Saturday, January 16, 2010

Radar Malang
[ Kamis, 14 Agustus 2008 ]
Batik Tulis Berupaya Eksis
MALANG - Tren memakai baju batik saat ini, justru memicu penurunan omzet penjualan batik tulis. Ini karena pembuat batik tulis justru kian kalah saing dengan banyaknya produk batik cap dan batik printing. Apalagi, pembuat batik tulis ini hanya segelintir dibanding jumlah pabrik pembuat pabrik cap dan printing.

Rumah batik tulis Raden Wijaya yang berlokasi di Bumiaji, Batu misalnya. Melalui tangan terampil Lina Santoso bersama lima karyawannya, batik tulis ini terus berjuang mempertahankan eksistensinya. "Wah, hadangan berat bagi kami (batik tulis) saat harus menghadapi produk batik yang harganya relatif lebih murah," ungkap asisten batik tulis Raden Wijaya, Ratna Dwi Tunjung saat ditemui di sela-sela pameran Tren Batik Casual 2008 di Plaza Araya kemarin.

Batik tulis, lanjut dia, harganya jelas lebih mahal dibanding jenis batik cap dan batik printing. Selain ongkos produksi yang mahal, masih ditambah naiknya harga-harga bahan baku sebagai dampak kenaikan BBM beberapa waktu lalu. Dia mencontohkan, satu lembar batik berukuran 2,5 meter ongkos produksinya mencapai Rp 400 ribu.

"Kalau kami harus menaikkan harga lagi, saya rasa makin sulit menjangkau daya beli masyarakat," kata Ratna. Rata-rata harga batik tulis yang kami buat ini berkisar Rp 700 ribu sampai Rp 1,3 juta. Harga ini sudah naik mengikuti kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu.

Masalah produksi pembuatan pabrik tulis tidak bisa dipacu seperti halnya pembuatan batik cap. Persoalan paling utama adalah waktu. Pembuatan satu lembar kain batik tulis membutuhkan waktu sekitar tiga minggu. Dalam satu hari pabrik batik cap bisa menghasilkan 58 lembar (ukuran 2,5 meter) maka, untuk menyelesaikan batik tulis dalam ukuran sama butuh waktu sekitar dua minggu.

Kendati berat, pihaknya terus mencoba mencari celah pelebaran sayap pemasaran. Hanya saja untuk pemasaran batik tulis di wilayah Malang dari tahun ke tahun, belum mengalami peningkatan yang signifikan. Pasar di wilayah Malang tetap lesu. "Kami merambah ke pasar ke Jakarta. Memang tidak begitu laku keras, yang jelas segmen pasar kami memang tertentu," ujarnya. Batik tulis diakui belum bisa menjadi alternatif bisnis. Walau begitu, tetap memiliki pasar khusus walau tidak sekeras batik cap atau printing. (hap/lia)

No comments: